Kamis, 04 April 2013

Biografi Ringo Starr

Pada usia 22 tahun, ketika pertamakali bergabung dengan The Beatles, secara lahiriah tidak nampak talenta yang bakal membuatnya menjadi penabuh drum, seorang bintang di kemudian hari. Apalagi dengan perawakan pendek, kurus, bermata sayu dan tak bisa bergaya, ditambah latar belakang kehidupannya yang penuh horror serta sejumlah bayangan nasib sial, Ringo memperlihatkan sosok yang jauh dari meyakinkan. Dilahirkan 7 Juli 1940 dengan nama Richard Starkey, ia adalah putra tukang roti Richard Starkey Sr. dan Elsie Gleave, yang dibesarkan di daerah slum yang dikenal dengan nama Cast Iron Shore. Ayahnya minggat dari keluarga ketika ia baru berusia 3 tahun dan setelah itu hanya sempat melihat lagi wajah ayahnya 3 kali. Starkey Senior memang masih mengirim 30 shilling per minggu sebagai tunjangan keluarga, namun beberapa bulan kemudian, tunjangan ini tidak muncul-muncul lagi.

Elsie, ibunya, tidak mampu lagi membayar sewa flat, sehingga terpaksa harus bekerja sebagai pelayan bar. Praktis Ringo kecil harus ditinggal sendirian hampir sepanjang malam. Pada usia 6 tahun Ringo mulai terserang migren berkepanjangan. Ketika sakitnya menjadi tidak tertahankan, ia dibawa ke rumah sakit dengan ambulans. Namun terlambat, migrennya tidak sembuh, dan yang lebih buruk lagi, apendiksnya pecah. Sepuluh minggu ia berada dalam keadaan koma. Ditambah pelbagai komplikasi, termasuk jatuh dari tempat tidur rumah sakit, ia hampir setahun penuh berada di rumah sakit. Ketika saatnya kembali ke bangku sekolah Ringo begitu jauh ketinggalan dan tidak bisa membaca. Dengan susah payah ia mencoba mengejar ketinggalannya atas bantuan teman-teman yang bersimpati kepadanya.

Pada awal 1956, ia mulai menjadi pemain drum untuk band rumah sakit. dan seperti kebanyakan anak muda Liverpool pada waktu itu, ia kemudian mebentuk grup sendiri bersama teman-teman dekatnya. Pada 1959 ia mulai menjadi drummer profesional, dan segera bergabung dengan sejumlah grup musik terbesar di Liverpool, antara lain Rory Storm and The Hurricanes. Popularitasnya di Rory Storm itulah yang membuatnya mengambil nama Ringo. Nama ini pun masih ada kaitan dengan banyaknya cincin yang melekat di jari-jarinya. lalu nama Starr, dan bukannya Starkey, hanya sekedar memudahkan pengucapan saja, karena tiap-tiap pengumuman untuk solo drum ketika manggung bersama bandnya selalu disebutkan sebagai 'Starr Time'.
Anggota The Beatles lain saat itu mulai memperhatikan kemajuan anak ini dengan cermat. Maka atas prakarsa Lennon, ia dimasukkan ke dalam anggota kelompoknya sebagai penabuh drum. Dalam masa percobaan itu, ia digaji 25 poundsterling per minggu. Jika semuanya lancar, ia akan menjadi anggota penuh.

Pada 12 September 1962, George Martin merasa kaget, ketika anggota The Beatles datang ke studio dengan membawa serta Ringo Starr. Ketika itu di studio sudah ada drummer lain, Andy White. Martin meminta Ringo melakukan beberapa kali uji coba. Setelah mendengarnya, Martin memutuskan bahwa mereka akan jalan terus dengan Andy White tetap sebagai drummer, sementara Ringo hanya disuruh memegang tambourine. Sebuah awal yang kurang enak! Namun dengan tetap mencambuk dirinya untuk terus berlatih, Reperkusinya semakin membaik dan akhirnya ia menjadi drummer andalan seperti yang kita kenal sekarang. Di bidang hubungan antar anggota, Ringo-lah yang selalu menjadi mediatornya. Maka ketika ia, Paul dan John bersitegang tentang album siapa yang harus diluncurkan terlebih dahulu pada April 1970, Ringo menjadi mediator yang baik dengan memberi konsesi yang memuaskan Paul.

Bersamaan dengan prestasi dan popularitas, ia kini tidak merasa kurang dan tidak ragu lagi untuk terjun dalam bidang yang sudah dinantinya: Cinta! Rasa malu yang mengental selama ini segera mundur untuk memberi tempat kepada rasa percaya diri. Agar jangan terlalu lama 'kosong', Ringo segera menangkap burung dara kecil lain, dan yang kena kali ini adalah Maureen Cox. Perkenalan mereka terasa agak lucu juga. Ringo melihatnya dari dalam mobilnya Ford Zodiac. Ringo tersenyum malu-malu, sementar Maureen membalasnya dengan senyum menggebu-gebu dan matanya yang hitam besar bersinar cemerlang. Dalam enam bulan berikutnya kencan mereka semakin gencar, dan Maureen selalu diantar kembali tepat seperti maunya aturan, 10 menit menjelang tengah malam. Ringo seakan harus berhitung dengan cermat agar tidak sedetik pun waktu yang terbuang percuma.

Perkawinan dengan seorang Beatles sedikitnya masih dianggap tabu Liverpool kala itu, dan Maureen tidak mau 'dikeroyok' gadis-gadis lain. Maureen masih berharap, suatu saat situasi akan berubah. Maka ketika beredar rumor bahwa Lennon diam-diam telah menikah, ia pun menanyakan hal ini kepada Ringo."Jika itu betul'" jawab Ringo,"kita tidak akan membicarakannya." Adalah beban berat bagi Maureen untuk bersaing dengan semua bom sex lain yang terus saja merasa ikut memiliki Ringo.Karena itu, seperti para gadis wilayah utara lainnya, Maureen mengeluarkan jurus pamungkas, semacam salto mortale menurut masyarakat Romawi Kuno, yaitu mencari akal supaya dirinya dihamili Ringo. Dan berhasil! Pada pertengahan Januari 1965, ia memberitahukan Ringo bahwa dirinya hamil. Ringo, seperti halnya pejantan sejati dari utara, menjadi lebih sering membawanya ke tengah para sahabatnya. Pada 11 Februari 1965, keduanya menikah dalam suatu upacara seremonial yang cukup mengesankan.

Pada tahun 1965 Ringo menjadi ayah setelah Maureen melahirkan putranya Zak. Demi kepentingan bayinya, ia membeli sebuah rumah di Waybridge seharga 37 ribu poundsterling, di seberang rumah John. Sunny Heights, begitu ia menyebut rumahnya, direnovasi seharga 40 ribu pound. Rumah ini kemudian dilengkapi dengan 6 TV, sistem stereo antar kamar, lebih dari 20 sambungan telepon, termasuk sebuah hotline dengan kantor Brian, dan segala macam remote control yang bisa ditemukan di pasaran pada waktu itu. Kehidupan rumah tangganya mengalir tenang, sampai datang badai yang menerpanya ketika George dan Pattie datang mengunjunginya. Saat itu, hubungan George dan Pattie sudah tidak harmonis lagi karena George sudah mengalami metamorfosa menjadi Don Juan yang siap menyetubuhi wanita mana saja yang lewat di depan hidungnya.

Begitulah ketika dua keluarga ini makan malam bersama sambil minum anggur, mata George tak pernah lepas dari Maureen, istri Ringo. George lalu mengambil gitar dan memainkan lagu-lagu cinta. Namun tiba-tiba ia melepaskan gitarnya, langsung berlari mendekap Maureen dan menyatakan bahwa ia telah jatuh cinta kepadanya. Semua kaget bukan alang kepalang. Maureen menjadi merah padam dan terus menggelengkan kepalanya, Pattie lalu meledak tangisnya dan mengunci diri di kamar mandi. Pada malam itu juga George dan pasangannya kembali ke rumah mereka. Namun simfoni kehidupan bernada minor ini belum usai. Beberapa minggu kemudian ketika Pattie kembali ke rumahnya di Friar Park sepulang belanja di London, ia menemukan George dan Maureen di kamar tidurnya, sama seperti Cynthia menemukan John di pelukan Yoko Ono. Mengapa ia sampai nekat meniduri Maureen yang notabene adalah istri sahabatnya selama 10 tahun, merupakan misteri yang tidak terjelaskan hingga kini.
Atas peristiwa memalukan ini, Ringo menceraikan Maureen pada tahun 1975, dan wanita malang itu benar-benar merasa kehilangan pegangan. Ringo memberinya uang cerai 500 ribu poundsterling ditambah berbagai tunjangan. Beberapa waktu kemudian, ketika Maureen ingin tinggal di London, Ringo membelikannya rumah seharga 250 ribu poundsterling di Little Venice. Enam tahun kemudian, tepatnya 27 April 1981, Ringo baru menikah lagi dengan seorang wanita bernama Barbara. Peristiwa ini menjadi semacam reuni karena Paul dan George turut hadir dengan istri mereka masing-masing. Hanya John saja yang tidak bisa hadir karena sudah meninggal beberapa bulan sebelumnya. Jeda selama enam tahun ini bisa jadi menjadi petunjuk kuat bagi Maureen bahwa ia cukup berharga bagi Ringo untuk dilupakan begitu saja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar